31 TAHUN KEMATIAN MARSINAH, SANG PAHLAWAN BURUH MASIH MISTERIUS
Hari Buruh, yang juga dikenal dengan istilah May Day, kembali diperingati pada 1 Mei 2024. Seperti yang sudah-sudah, masyarakat Indonesia juga kembali mengenang sosok Marsinah sebagai sosok pahlawan dalam sejarah perjuangan buruh di Indonesia. Bukan sekadar buruh di masa Orde Baru, dia menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan yang seringkali melanda dunia kerja.
Namun sebagaimana dilaporkan detikNews, perjuangan Marsinah berakhir dengan kematian tragis yang belum terungkap hingga kini. Lalu sebenarnya siapa Marsinah? Bagaimana sosoknya? Apa yang membuat namanya terus dikenang masyarakat? Berikut profil, perjuangan, dan kematiannya yang masih misterius.
🔳 Latar Belakang Kehidupan
Marsinah lahir di Nglundo, Sukomoro, Nganjuk, Jawa Timur pada 10 April 1969, dan merupakan anak kedua dari pasangan Astin dan Sumini. Dia diketahui memiliki kakak bernama Marsini dan adik bernama Wijati.
Sayangnya, sang ibu meninggal dunia saat Marsinah saat berusia balita. Sementara itu, ayahnya kemudian menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Sarini sehingga Marsinah kemudian lebih banyak diasuh oleh neneknya, Paerah.
Marsinah sendiri tercatat pernah bersekolah di SDN Nglundo, namun kemudian pindah ke SDN Karangsemi saat duduk di kelas 5. Setelahnya dia melanjutkan ke SMPN 5 Nganjuk, dan kemudian berlanjut ke SMA Muhammadiyah Nganjuk. Sebenarnya dia saat itu ingin masuk SMA Negeri, namun sayang impiannya tidak tercapai.
🔳 Marsinah di Dunia Kerja
Sejak masih SMP, Marsinah diketahui sudah punya hobi membaca sehingga membuatnya tumbuh menjadi sosok yang memiliki pemikiran kritis dan progresif. Selain itu, dia juga dikenal pekerja keras dan sering membantu neneknya berdagang. Hidup dalam keluarga sederhana membuatnya lebih tahan banting dan enggan berpangku tangan.
Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan yang sederhana, akhirnya Marsinah bekerja di pabrik arloji bernama PT Catur Putra Surya. Dia dikenal sebagai sosok yang cukup kritis dan vokal. Marsinah gemar menyuarakan pendapat dan mengkritisi apapun yang dianggapnya tidak adil atau saat melihat pihak perusahaan bertindak semena-mena terhadap karyawannya.
🔳 Perjuangan Menuntut Kesejahteraan Buruh
Masalah berawal saat Gubernur KDH TK I Jawa Timur Soelarso mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 berisi imbauan agar pengusaha menaikkan kenaikan gaji sebesar 20 persen gaji pokok pada karyawan. Namun rupanya PT Catur Putra Surya menganggap hal ini sebagai beban sehingga tidak kunjung menaikkan gaji karyawan.
Alhasil, Marsinah mulai vokal dan mengerahkan massa untuk menuntut kenaikan gaji dari Rp1700 menjadi Rp2.250 per hari. Selain itu, mereka juga meminta tunjangan Rp550 per hari, termasuk bagi karyawan yang absen. Demonstrasi buruh dilakukan pada 3 Mei 1993, dan para buruh kemudian mogok total pada 4 Mei 1993.
Buntut dari masalah ini, 13 orang dipanggil Komando Distrik Militer 0816/Sidoarjo pada 5 Mei 1993 dan dipaksa mengundurkan diri karena dituding menghasut karyawan lain. Marsinah tidak termasuk di dalamnya, namun sempat muncul di Kodim Sidoarjo untuk mencari tahu keberadaan rekan-rekannya. Namun pada malam harinya, sekitar jam 10 malam, justru Marsinah lenyap tanpa jejak.
🔳 Kematian yang Misterius
Hilang selama tiga hari, Marsinah ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa di Jati Wilangan, Nganjuk. Berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD dr. Soetomo), Marsinah meninggal akibat penganiayaan hebat.
Melansir DetikNews, pemeriksaan mengungkap adanya luka memar di bagian leher dan kedua tangan. Hasil visum juga menunjukkan bahwa kemungkinan dia sempat diperkosa sebelum dibunuh.
🔳 31 Tahun Menanti Keadilan
Penyelidikan terhadap kematian Marsinah sudah dilakukan sejak terbentuknya Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim. Dalam operasi ini delapan petinggi PT Catur Putra Surya ditangkap diam-diam. Salah satunya adalah Mutiari, Kepala Personalia PT CPS yang disiksa secara fisik dan mental, serta dipaksa mengaku terlibat dalam pembunuhan Marsinah. Sementara itu, pemilik PT CPS, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara karena kasus ini. Sejumlah staf dijatuhi hukuman 12 tahun penjara namun kemudian naik banding dan dibebaskan tanpa dakwaan.
Walau petinggi PT CPS sudah dihukum, namun kasus ini masih dinilai janggal. Marsinah dianggap tidak mendapat keadilan yang seharusnya dan kasus ini masih dianggap kabur. Bahkan kuasa hukum Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap kemungkinan adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah. Banyak orang yang yakin bahwa pembunuh sebenarnya masih aman dalam persembunyian.
Kini, setelah 31 tahun berlalu, publik masih terus menuntut pengusutan tuntas terhadap kasus Marsinah. Sementara itu, PT CPS yang menjadi saksi bisu perjuangan buruh saat itu telah tenggelam di balik bencana lumpur Lapindo. Akankah kisah sebenarnya kasus Marsinah akan terungkap?
irsb 69